Pendidikan

Mengenal Penganut Aliran Utilitas: Prinsip 'Kebahagiaan Terbesar' Jeremy Bentham

Siapa itu penganut aliran utilitas? Pelajari konsep Utilitarianisme Jeremy Bentham dan John Stuart Mill tentang moralitas, ciri khas, dan contoh kasusnya.

D

Drs. Budi Waluyo

Penulis

6 menit baca
Ilustrasi timbangan moralitas antara kebahagiaan dan penderitaan dengan latar klasik
Ilustrasi timbangan moralitas antara kebahagiaan dan penderitaan dengan latar klasik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pilihan sulit. Misalnya, sebagai ketua kelas, Anda harus memilih: Mengizinkan seluruh kelas pulang cepat tapi satu anak dihukum guru, atau seluruh kelas dihukum mengerjakan tugas tambahan?

Jika Anda memilih opsi pertama (mengorbankan satu anak demi kesenangan seluruh kelas), selamat! Anda baru saja berpikir layaknya seorang Penganut Aliran Utilitas.

Aliran Utilitas atau Utilitarianisme adalah salah satu teori etika paling berpengaruh di dunia modern. Mari kita bedah lebih dalam filosofi yang digagas oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini.

Apa Itu Prinsip Utilitas?

Secara harfiah, “utilitas” berarti kegunaan atau kebermanfaatan.

Inti ajaran ini terangkum dalam satu kalimat sakti Bentham:

“The greatest happiness for the greatest number.” (Kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbanyak).

Artinya, sebuah tindakan tidak dinilai dari niat pelakunya (apakah dia orang baik atau jahat), melainkan murni dari konsekuensi atau hasil akhirnya. Tindakan itu dianggap bermoral/benar JIKA tindakan tersebut menghasilkan akumulasi kebahagiaan (pleasure) yang lebih besar daripada penderitaan (pain) bagi semua pihak yang terlibat.

3 Ciri Khas Utama Penganut Utilitas

Untuk mengenali pola pikir utilitarian, perhatikan tiga karakteristik berikut:

1. Konsekuensialisme (The End Justifies the Means)

Penganut aliran ini percaya bahwa “tujuan menghalalkan cara” dalam batas tertentu. Apakah berbohong itu salah? Bagi Immanuel Kant (etika Deontologi), berbohong selalu salah. Tapi bagi penganut Utilitas, berbohong itu bisa jadi benar jika kebohongan itu menyelamatkan nyawa 100 orang dari teroris. Nilai moral ada pada hasilnya.

2. Welfarisme (Kesejahteraan adalah Kuncinya)

Tujuan akhir hidup manusia dianggap adalah kebahagiaan atau kesejahteraan. Sesuatu yang menambah kebahagiaan adalah “baik”, dan sesuatu yang mengurangi kebahagiaan (menimbulkan sakit/derita) adalah “buruk”.

3. Imparsialitas (Tidak Memihak)

Ini sisi positifnya. Dalam kalkulasi kebahagiaan, “Setiap orang dihitung satu, tidak ada yang lebih dari satu.” Kebahagiaan seorang Presiden nilainya sama dengan kebahagiaan seorang tukang sapu. Tidak ada egoisme; kita harus melihat kebaikan untuk masyarakat luas, bukan diri sendiri.

Contoh Kasus Dilema Moral (Trolley Problem)

Bayangkan ada kereta api yang remnya blong melaju kencang.

  • Di jalur lurus, ada 5 pekerja rel yang tidak sadar.
  • Di jalur belok, ada 1 pekerja rel.
  • Anda memegang tuas pemindah jalur.

Apa yang Anda lakukan?

  • Penganut Nilai Kemanusiaan Mutlak: Mungkin ragu menarik tuas karena merasa “membunuh” 1 orang itu salah.
  • Penganut Utilitas: Tanpa ragu akan menarik tuas ke jalur belok. Logikanya matematika sederhana: 1 nyawa hilang < 5 nyawa hilang. Memilih opsi yang menyelamatkan 5 orang adalah tindakan yang paling bermoral dalam situasi itu.

Kritik Terhadap Aliran Ini

Meskipun terdengar sangat logis dan pro-rakyat, aliran ini punya kelemahan fatal: Potensi Menginjak Hak Minoritas.

Contoh esktrim: Jika di sebuah desa ada 1 orang kaya yang kikir, dan 1000 warga miskin kelaparan. Menurut utilitas kasar, bolehkah kita membunuh orang kaya itu dan membagikan hartanya ke 1000 orang? Bukankah itu menciptakan “kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbanyak”?

Tentu saja ini mengerikan. Karena itulah John Stuart Mill kemudian menyempurnakan teori Bentham dengan menambahkan konsep Hak Asasi dan aturan (Rule Utilitarianism), bahwa kebahagiaan sejati jangka panjang tidak bisa dicapai dengan melanggar hak dasar orang lain.

Relevansi di Masa Kini

Di Indonesia, prinsip utilitas sering dipakai pemerintah dalam membuat kebijakan publik. Contohnya penggusuran rumah warga demi pembangunan jalan tol. Pemerintah berhitung bahwa “penderitaan” segelintir warga yang digusur (dan diberi ganti untung) masih lebih kecil dibandingkan “manfaat besar” jalan tol yang dinikmati jutaan rakyat untuk memajukan ekonomi.

Memahami aliran utilitas mengajarkan kita untuk tidak egois dan selalu memikirkan dampak tindakan kita bagi orang banyak.

Bagikan Artikel

Artikel Terkait